Senin, 08 April 2013

Mengikuti Semesta

Udah beranjak maghrib, malam ini adalah pengumuman dari SPMB 2007. Dengan pilihan pertama adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pilihan kedua Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Jember. Entah setan apa yang merasuki pikiran pemuda 18 tahun itu sehingga membuat pilihan 1 dan 2 nya diisi fakultas kedokteran semua tanpa menilik kemampuan yang dia miliki.

Seolah bakal terjun ke jurang tanpa tali, bakda ashar aku memutuskan untuk mencari tau hasil dari apa yang sudah kuperjuangkan itu, menang atau kalah? saat itulah pertama kalinya aku merasakaan makna sebenar benarnya kecewa, dari layar 14 inchi monitor warnet tempat kumencari tau terpampang jelas tulisan yang bermakna bahwa aku gagal di ujian SPMB tersebut, semua serasa gelap dan tak ada apapun yang terlihat, pengen nangis tapi aku ga bisa apa apa, tak ada yang bisa ditangisi, toh kalaupun aku menangis hasil SPMB itu tidak akan berubah. Kecuali akan berubah, aku rela menangis sejadi jadinya bahkan jika memang harus bergulung gulung di depan semua orang di warnet tersebut. Ini adalah kisah nyata, sangat nyata lebih dari 6 taun yang lalu benar benar terjadi dalam diri saya.

Iya, sudah lebih dari 6 tahun lalu, dan akhirnya semuanya berubah ketika semesta memaksaku untuk tetap berkuliah dan banting setir 180 derajat ke jurusan teknik, ke teknik perminyakan. Saya pribadi belum pernah sedikit pun terlintas di benak pikiran saya kalau saya akan masuk ke jurusan teknik, mimpi saya saat itu hanya untuk berkuliah di kesehatan. Lagi lagi saya tak mengerti setan apa yang berhasil mempengaruhi setiap relung dan inchi darah ku yang membuatku mantap berkuliah disana.

Tidak mudah memang, tanpa adanya satu keluarga ataupun koneksi di duniaku yang baru ini, aku berkelana sendiri menentang nasib dan berprinsip untuk merubah apa yang kedua orang tuaku tanamkan kepadaku. Aku terlalu gila memang dalam bermimpi, tapi semuanya beralasan, bukan hanya karena satu dua hal aku menjadi seberani itu dalam bermimpi. Alasan kegagalanku menjadi dokter juga merupakan faktor utama aku menjadi pemimpi ulung, mencoba menentang hierarki orang tua yang memintaku bisa masuk ke perguruan tinggi kedinasan yang bisa meringankan beban mereka dalam membiayai kuliah dan bisa mengamankan masa tua kami dibiayai negara. Entah apakah itu suatu kebanggaan untuk mereka atau tidak, namun itu tamparan berarti untukku, 18 tahun kedua orangtuaku membiayaiku dengan tanpa menjadi seorang pegawai negeri sipil, bekerja lebih dari yang lain demi mengentaskan nasib kedua anak laki lakinya, apakah aku salah untuk berjalan seperti mereka? melebihi mereka? itulah alasan terkuatku mantap di perminyakan dan menolak untuk masuk ke perguruan tinggi kedinasan.

waktu seyogyanya tak pernah berhenti berputar, akan selalu berputar dan akan selalu terlihat semakin cepat. Tanpa sadar tahun ini aku akan berusia 24 tahun dan akan terus menghadapi dunia ini sendiri. Setidaknya aku sudah menginjakkan kakiku lebih jauh dari kedua orang tuaku, tanah jawa, tanah sulawesi, tanah papua, dan besok adalah tanah sumatera.

Time flies and thats life, hari ini adalah hari terakhir aku di kota kelahiranku, akan menuju ke dunia baru di pulau seberang, meninggalkan keluarga besar di solo dan mencari sanak saudara baru sama seperti apa yang imam syafi'i sampaikan:

“Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negeri mu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang. Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa. Anak panah jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran… (Imam Syafi’i)“

Semua sudah digariskan, kalau kau bertanya padakau kawan apa aku pernah memimpikannya? Dengan tegas aku akan mengatakan tidak.
Tapi setelah semua terjadi padaku, dengan berani aku akan mengatakan bahwa aku akan terus bermimpi, berusaha dan berdoa untuk terus hidup dengan apa yang saya punya, mengikuti semesta.

If it bounds to happen, its going to happen. If it isnt we just have to follow the rythm of universe.

Kamis, 04 April 2013

Moi et Dream

A time goes by, I have been 23 years old now, heading through my 24th in the middle of year.

Gw gak pernah sedikitpun bermimpi bisa berdiri sejauh ini, bahkan sejak orang tua gw melahirkan gw, ga ada seorang pun yang pernah memikirkan apa yang bakal terjadi di kehidupan anak pertamanya itu.

Life is just like a kind of stage that are awarded to us to presence our act as ourselves, here we choosed which way that we are going to take and seeing what will happen with the choice that we have been choosed. Although everything has written in God's Hand, we still need to prove and trying to change any condition that would be happened on us.



23 tahun sudah semua itu terjadi, Allah berkali kali menunjukkan hal hal yang misterius sekaligus fantastis buat gw sekeluarga. Entah memang seperti itu yang tertulis di Lauhul Mahfudz, atau memang karena kami (gw sekeluarga) memaksakan diri untuk keluar dari keadaan yang membuat kami melawan apa yang dirasa dimau-Nya.

Dan sering kali, kita terjebak atas mimpi tak tersadar dari apa yang kita ga pernah harapkan. Orang dulu sering bilang, hati hati kalau ngomong, malaikat ada di sekeliling kita dan siap mengamini setiap permintaan kita, sadar ataupun tidak.

Dan entah, semesta berkonspirasi secara menakjubkan mengiyakan setiap partikel suara yang keluar dari mulut mulut busuk setiap umat-Nya yang mungkin hanya berniatan untuk bercanda. Tapi lagi lagi, itulah salah satu tanda-tanda kebesaran-Nya.
Gw bukan orang yang percaya akan adanya "kebetulan", tapi gw percaya dan yakin akan kekuatan "mimpi, harapan, dan cita-cita". Menerobos boundary batas dari zona nyaman dan mencoba mencari tantangan demi keyakinan akan perubahan nasib, membawa gw dan akhirnya orang orang disekitar gw untuk menjadi seorang pribadi yang tertantang dalam menyikapi hidup. Sekali lagi, itu hanya karena alam semesta yang memaksa kami untuk menjadi seorang pribadi yang lebih berani.

Malam ini blm bisa tertidur, masih terlelap dengan beberapa album kenangan di kota kelahiran gw, solo.
Gw masih blm keliatan idiotnya

Sudah mulai keliatan sintingnya

SANGAT SINTING

Mulai belajar waras


Kalo dilihat lihat, mungkin bener kata orang kalo gw itu bandel dari dulunya, a full risk taker, tapi kadang ga ngliat dan ga peduli sama apa yang bakal terjadi kedepannya. Itu segi kelemahan gw, tapi gw yakin pasti ada alasan di setiap langkah yang gw pilih, meski itu konskuensinya bakal terlihat sedikit memuakkan awalnya. Liat aja ketika nyokap mau foto sama dosbingnya, gw nekat foto dibawah dibelakang mereka -___-
Benar benar idiot.

Gw dulu pernah juga ngludahin kepala sekolah nyokap gw, gw ga tau itu salah karena gw masih bocah, gw cuma ngrasa itu challengeful dan keren, gw kena imbasnya dihabisin nyokap -____-


Back to topic, gw sebenere kadang ga ngerti dengan kekuatan omongan yang merupakan sugesti dari apa yang kita pikirkan.

Ingin bukti? saya dan kedua kawan saya dibawah ini sudah membuktikannya -_-"

Tidak banyak yang tau, tapi kami pernah berucap beberapa hal yang bodoh, dan akhirnya benar benar terjadi. Saya akhirnya ke Sumatera, si cewek ke Balikpapan, dan satu makhluk lainnya mengikuti ke Balikpapan.
Entah malaikat mana yang mengamini kami, tapi itulah bukti bahwa Bumi ini tidak tuli mendengarkan setiap celotehan umat-Nya, busuk atau tidak.

Tuhan Maha Berkehendak, dia berkehendak mengubah hal tak bermakna, kelak menjadi sesuatu yang lebih bermakna, entah bermakna untuk siapa dan untuk apa? Biarkan waktu yang akan menjawabnya. Me and my dream.