Sabtu, 20 Juli 2013

Semper Fidelis

Tak terasa, sudah dua tahun lebih mengabdikan diri kepada Negara dalam wujud yang berbeda, menjadi pembeda karena kami terlahir sebagai orang orang yang luar bisa berbeda, merelakan masa muda jauh dari kerabat, orang tua, sahabat, bahkan kami bisa dibilang sebatang kara.

4 tahun kami belajar tentang bagaimana bumi ini bisa berkotempelasi maksimal untuk menghasilkan minyak bumi yang bisa bermanfaat bagi umat manusia, dan kami mengais untuk hal itu, sekali lagi kami melakukan itu untuk bangsa dan negara, naifnya tak ada yang menganggap kami melakukan ini untuk mereka, seolah we are working like a shit and acknowledge as betrayer, padahal tanpa kami tak tau lagi bagaimana ayah dan ibu kami berangkat mendidik calon calon penerus bangsa di sekolah menggunakan kendaraan mereka.

Lahir bukan dari keluarga yang kuat adat dan istiadatnya untuk merantau atau bahkan membangun negara, saya meyakinkan ibu untuk melepas anak pertamanya untuk jauh dari keluarganya, lebih dari 1000 kilometer jauhnya, butuh menyeberangi selat sunda bahkan laut jawa untuk saling berbalas peluk dan salam.

Saya berangkat bukan hanya untuk sekedar mencari rupiah, tapi juga demi bangsa dan negara, terlalu munafik memang, tapi butuh kekuatan lebih untuk meyakinkan diri bisa menjejakkan kaki di tanah yang asing untuk yang pertama kalinya. Kemampuan untuk bisa lebih beradaptasi menjadi alasan utama seorang seperti saya bisa bertahan untuk hidup. Mungkin kali ini Charles Darwin benar, bukan tentang teorinya bahwa manusia adalah berasal dari monyet, tapi hanya yang bertahanlah dia yang akan selamat dari seleksi alam. Bertahan untuk hidup, bertahan untuk membuat bangsa besar ini terus bernafas.

24 tahun sudah usiaku sekarang, bukan waktu yang singkat untuk merubah diri menjadi seorang pria dewasa, atau mungkin saya belum dewasa seperti adanya. Sejak kecil tak pernah menjadi kumpulan orang orang terbaik di sekolahnya, bahkan di SD pernah terbuang di kelas yang lebih dianggap kurang baik dari yang lain. Bukan anggota anggota OSIS atau MPK yang selalu menyuarakan pendapatnya atau sekedar eksis di depan adek kelas, saya bukan anggota BEM yang ikut ke jalan dengan dalih memperjuangkan kebutuhan masyarakat, bahkan saya bukan orang yang baik bagi diri saya sendiri.

Mimpi, usaha yang gigih, dan tidak pernah melepas Allah SWT adalah alasan saya untuk bisa terus survive dan hidup di lingkungan yang cukup menyeramkan ini. Ketika saya dan sahabat sahabat saya harus menghabiskan bulan ramadhan kami jauh dari kolak buatan ibu atau bahkan sekedar teh manis hangat yang disiapkan ayah untuk mengembalikan stamina kami. Ketika kami harus terus terjaga setiap malam kalau kalau sumur yang kami bor sedang bruntung bertemu shallow gas, dan nyawa taruhan kami. Karena itulah kami memilih untuk hidup seperti ini, bukan hanya karena uang atau apapun.

Ketika kita menyadari bahwa produksi minyak dalam negeri sudah semakin menurun akan tetapi kebutuhan akan BBM semakin terus bertambah, apa kami tidak semakin gila? Bayangkan perbandingan produksi 820rb Barel Oil per Day produksi dengan 1.4jt Barel Oil per Day konsumsi? Apa kita tak pernah menyangka kami hampir tak tau lagi harus mengais apa untuk bisa terus hidup?

Sekedar celoteh menyambut hari ke 12 bulan Ramadhan 1434 H, Indonesia akan menjadi negara besar ketika setiap elemen masyarakat secara bersinergi ikut bersama membangun bangsa, bukan saling menghakimi saudaranya. Walau saya bukan bagian manusia manusia cerdas atau bahkan populer di SD, SMP, atau SMA tempat saya belajar, saya memilih untuk akan terus berjuang membangun bangsa, dengan cara saya.

Mengutip semangat US Marines, Semper Fidelis, aku akan terus setia kepada Bangsa dan Negara ini, Indonesia.

Duri, Riau, Indonesia
Muhammad Afif Ikhsani
Petroleum Engineer

Sabtu, 13 Juli 2013

The Olympus

Dear Zaenal,

Apakabar kamu disana? Masih sesemangat dulu ga? Atau kamu jadi pendiam disana karena kesepian ga ada kami? Akh, tentunya kamu pasti pandai mengusir sepi. hehehe

Sudah tepat seminggu kamu meninggalkan kami di dunia ini, meninggalkan aku, ayah ibumu, adek adekmu, sahabatmu, bahkan mimpimu kau tinggalkan disini tanpa tau siapa pemiliknya selanjutnya. Aku masih tak percaya bahwa aku tak akan lagi liat senyum gembiramu, yang tiba tiba ga jelas tereak tereak disamping telinga kami yang sibuk melakukan history matching di simulasi reservoir yang kita kerjakan. Ga ada lagi kamu yang tiba-tiba nyamperin buat ngajak ngerokok, atau melepas penat. Semuanya terasa sungguh cepat memang, ga ada lagi yang bisa menahan atau bahkan menghentikan barang sedetik saja apa yang disebut ajal. Belum lama kita kenal memang, tapi aku percaya kau sekuat kehebohanmu setiap datang ke kantor di grant setiap pagi.

Sudah lama aku ga nulis, aku bingung mau nulis apa buat gambarin orang kayak kamu nal. Aku ya masih kayak gini, bekerja seperti biasanya, sudah di Duri ngejar Heavy Oil, Rudi di Pertamina, dia jadi ngurus PMT Rantau, dia semua yang pegang EOR nya, si Uwes masih bantuin Pak Dedi, dy tambah jago mainin simulasinya, kabarnya mau sekolah S2 di Petronas, taun depan nikah. Dan kamu? Mendahului kami.

Ga tau apa aku kudu kesel atau bagaimana menyikapi kepergianmu yang begitu cepat. Taun ini aku sengaja tak ucapkan ulang taun ke kamu, karena aku mikir lebih baik taun depan saja pas kamu sembuh kita makan makan bareng, berempat kayak dulu lagi buat rayain ulang tahunmu, tapi Tuhan berkata lain. Tak lagi kita bertemu nal, esok atau seterusnya.

Aku mengutuk diriku sendiri, kenapa tak ada disaat terakhirmu, kenapa saat operasi tak bisa membantumu apa apa, kenapa aku tak ada disaat kamu butuh sedikit senyuman dan sekedar ucapan ulang tahun? Ga tau, mungkin aku bukan sahabat yang baik buat dirimu.



Masih ingat terakhir kita ketemu nal? Kau masih juga bisa senyum dan nongkrong depan Harapan kita buat jemput aku yang mau jenguk kamu, pake celana pendekmu, dengan senyum khasmu, dan kita ketemu.

Entah kenapa aku yakin kamu memang kuat, memang hebat, dan luar biasa. Kau meninggal tidak sia sia kawan, semangatmu tidak akan pernah pudar sedikitpun, semua cerita cerita yang kau buat, apapun itu membuat kami mengerti untuk apa kami hidup, pengabdian.

Kau telah kembali ke tempat para dewa, Olympus.


Semoga kau tenang disana,
Zaenal Fanani
1989-2013