Minggu, 20 Juni 2010

Menghentikan Semburan Lumpur Lapindo


Senin, 31 Mei 2010 19:20 WIB
Kebocoran dari pipa minyak bawah laut milik British Petroleum (BP) telah memasuki minggu ketujuh. Meskipun sulit, ahli-ahli di BP berjuang menutup kebocoran sumur bawah laut di Teluk Meksiko itu. Tak ingin reputasinya merosot, BP mengerahkan aneka upaya dan berbagai macam teknologi. Mereka optimistis kebocoran bisa dihentikan agar pesisir pantai Amerika Serikat tidak tercemar berat oleh tumpahan minyak.

Semburan ini menjadi sorotan dunia, terutama terkait keselamatan migas. Maklum, dengan semburan 3.000-5.000 barrel minyak per hari, insiden ini merupakan pencemaran terburuk dalam sejarah AS, melampaui bencana tumpahan minyak dari kapal tanker Exxon Valdez pada 1989 yang menebarkan minyak di laut lebih dari 245.000 barrel. Pemerintah AS memperkirakan, 18 juta sampai 40 juta galon minyak mentah telah mencemari Teluk Meksiko.

Akibat kejadian ini, Pemerintah Barack Obama mendapatkan tekanan berat dari oposisi, pencinta lingkungan, dan warga AS. Pemerintah Obama menekan BP agar terus berupaya menghentikan kebocoran. Obama tidak mau tahu, bahkan dengan tegas mengatakan penanganan kebocoran dan penanggulangan kerusakan lingkungan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP. Obama juga menebarkan optimisme: ”Kami tidak akan menyerah sampai kebocoran bisa dihentikan, hingga air dan pantai-pantai dibersihkan, hingga orang-orang yang jadi korban bencana buatan manusia mendapatkan hidupnya kembali.”

Kondisi kontras terjadi di Indonesia. Sejak empat tahun lalu, persisnya per 29 Mei 2006, kita dihadapkan kepada semburan lumpur panas yang terus terjadi di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Sekitar 600 hektare kawasan terkena dampak semburan lumpur panas tersebut. Ribuan keluarga terpaksa dipindahkan dari lokasi bencana, termasuk pabrik. Infrastruktur publik, seperti jalan dan rel kereta api, rusak. Tak terhitung kerugian sosial dan ekonomi yang diderita oleh rakyat Jawa Timur akibat petaka lumpur panas itu.

Jika BP berjuang keras menghentikan kebocoran, sebaliknya semburan lumpur panas di Sidoarjo cenderung dibiarkan. Kita menyerah dan menganggap sebagai fenomena alam, seperti putusan Mahkamah Agung bahwa lumpur Lapindo adalah bencana alam. Bahkan, muncul ide dari Presiden Yudhoyono untuk menjadikan pusat semburan lumpur sebagai kawasan wisata. Bencana lumpur dianggap sebagai sesuatu yang layak jadi tontonan.

Untuk mematikan semburan membutuhkan tekad dan kesungguhan dari pelaksana. Karena itu, kasus semacam ini sering melahirkan "pahlawan" sejati, seperti yang dilakukan Wang Jin Xi tahun 1960 saat menanggulangi semburan di lapangan Daqing, China utara. Karena spirit dan inisiatifnya yang sangat kuat itu Jin Xi diberi gelar "Iron Man". Berkat “pahlawan-pahlawan” itu pula kecelakaan serupa di Selat Timor, Utara Australia, September 2009, berhasil dihentikan. Hampir semua negara di dunia yang memiliki lapangan migas, puluhan kali terjadi kasus serupa, baik di Indonesia, di AS, Afrika, Eropa, maupun Asia. Semua semburan tersebut berhasil dijinakkan.

Semburan migas yang tidak terkontrol dikenal dengan istilah "blow out". Di Indonesia, ini pernah terjadi di kawasan laut, seperti di pantai Kalimatan Timur, pesisir Sumatra, dan pesisir Jawa. Semburan migas di Indonesia dan Selat Timor terjadi pada kedalaman laut hanya beberapa puluh meter air laut. Sebaliknya, semburan di Teluk Meksiko berada pada kedalaman sekitar 1500 meter. Jadi, penangannya lebih sulit dan lebih mahal.

Karena air laut yang harus ditembus begitu dalam, maka teknologi selubung menggunakan "Riser", yaitu pipa yang menghubungkan dasar laut dengan permukaan yang memisahkan tercampurnya lumpur pemboran dari air laut. BOP (blow out preventer) atau alat pencegah semburan ditempatkan di dasar laut yang pengontrolannya dilakukan dari permukaan. Semburan dalam kasus di Teluk Meksiko ini sampai membuat Riser terputus dan lepas, sementara BOP tidak sempat mampu menahan tekanan yang datang dari bawah, sehingga semburan terjadi mulai dari dasar laut.

Untuk menutupnya dimulai dengan langkah "pendek", yaitu melokalisasi semburan dengan cara menurunkan Kubah yang besar dan berat, dan di puncaknya dihubungkan dengan pipa sebagai penyalur minyak sampai ke permukaan. Ini memungkinkan minyak dapat dialirkan ke tanker dan tidak tersebar ke segala arah dan mencemari laut. Analogi serupa dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur di Sidoarjo, yaitu semburan diarahkan ke Sungai Porong dengan tanggul untuk sementara waktu.

Untuk mematikan semburan secara permanen dilakukan tahap berikutnya dengan teknologi "Dynamic Killing". Teknologi ini membutuhkan beberapa sumur miring yang dikenal dengan "Relief Well" untuk saluran menginjeksikan lumpur berat ke sumur sumber semburan. Lumpur berat tersebut akan memiliki tekanan hidrostatis yang cukup besar, sehingga mampu menahan tekanan yang datang dari bawah yang mendorong fluida ke permukaan. Di Teluk Meksiko, kegiatan lokalisasi semburan sudah berhasil dilakukan. Kini memasuki tahap mematikan semburan dengan teknologi dynamic killing.

Dengan metoda serupa, semburan di Selat Timor bisa dimatikan dalam waktu lebih dari empat bulan. Di Subang, Jawa Barat dan Randu-Blatung, Jawa Timur, memakan waktu sekitar lima bulan. Waktu tiga hingga enam bulan jadi pegangan para pelaksana dalam menanggulangi semburan pada kegiatan pengeboran migas. Di Teluk Meksiko, dua relief well sudah berjalan sejak 4 dan 26 Mei 2010. Di Sidoarjo telah disiapkan dua relief well. Sayangnya, kegiatan baru berjalan sekitar 20 persen harus terhenti karena biaya terbatas.

Lokalisasi semburan lumpur di Sidoarjo tidak perlu dengan kubah besar karena terjadi di darat. Lokalisasi cukup dengan mengalirkan ke Sungai Porong. Di Teluk Meksiko, lokalisasi juga dibantu dengan menebar bahan kimia "surfactant" yang memungkinkan minyak bersatu dengan air laut dan membuat minyak jatuh ke dasar laut tidak menyebar di permukaan. Di Sidoarjo tidak memerlukan surfactant karena semburan tidak mengeluarkan minyak secara signifikan, hanya air-panas-asin yang mengandung tanah liar serta gas hidrokarbon sedikit yang tentunya akan menguap sendiri ke permukaan.

Untuk mematikan semburan lumpur di Sidoarjo bisa dilakukan dengan metoda dynamic killing menggunakan relief well. Teknologi dynamic killing dengan bantuan relief well menjadi pilihan standar dalam setiap usaha mematikan semburan pada kegiatan migas, terutama yang memiliki semburan sangat kuat. Teknologi ini sudah dikuasai ahli-ahli migas anak negeri. Jadi, tidak perlu harus mengimpor ahli dan teknologi dari luar negeri.

Sebagai contoh, tahun 1984 di Subang, Jawa Barat, pada 1997 di lepas pantai Kalimantan, dan tahun 2001 di Randu-Blatung, Jawa Timur, semuanya ditangani oleh tenaga ahli dari Indonesia. Begitu pula setelah semburan lumpur di Sidoarjo, pada Desember 2008 semburan lumpur di Gresik, Jawa Timur, April 2009, dan semburan lumpur dan gas di Merbau, Sumatera Selatan, juga dapat dimatikan oleh tenaga ahli dari Indonesia Sendiri.

Untuk semburan yang ringan, dynamic killing bisa dilakukan pada sumur yang sedang menyembur dengan menggunakan bantuan pipa yang dimasukan ke dalam lubang yang sedang menyembur. Kemudian semburan dialirkan ke dalam pipa tersebut setelah di bagian bawah ada alat penyekat, disebut "Packer", diaktifkan. Metoda ini dipakai pada kasus ratusan sumur di Irak, dekat perbatan Kuwait, yang diledakan saat perang Irak-Kuwait sepuluh tahun lalu.

Metoda ini, diberi nama Top Kill, pernah dicoba di Teluk Meksiko. Namun, metoda ini tidak berhasil karena aliran semburan cukup kuat. Metoda ini juga pernah diaplikasikan di Sumur Banjarpanji, Jawa Timur, dikenal dengan metoda "Snubbing Unit" dan "Side Tracking". Namun, metoda ini tidak berhasil karena kualitas sumurnya sudah permanen tersemen dan pipa selubung casing-nya sudah penyok dan rusak.

Kecepatan dalam mengambil keputusan, seperti dilakukan "Iron Man" di China dan Obama di AS, untuk mematikan semburan adalah sebuah kebutuhan. Kegiatan tersebut didukung sepenuhnya oleh segenap kemampuan peralatan dan teknologi yang dimiliki manusia saat ini. Sejarah mencatat, dengan langkah all out, tidak ada satupun kejadian semburan blow out yang tidak bisa dimatikan. Ironisnya, semburan lumpur di Sidoarjo empat tahun dibiarkan merana tanpa disentuh teknologi apapun.

Jika semburan lumpur di Sidoarjo tidak dihentikan, diperkirakan radius retakan yang diikuti semburan gas dan air tawar akan sampai sejauh tiga kilometer dari pusat semburan. Perkiraan itu muncul karena pusat semburan air di kedalaman tiga kilometer dari permukaan tanah. Oleh karena itu, sebaiknya warga yang berada di sekitar tiga kilometer atau kurang dari pusat semburan segera dievakuasi atau menjauhkan diri. Karena, cepat atau lambat, area tersebut akan turun atau ambles (subsidance) dan tanahnya retak. Hasilnya, di retakan-retakan tersebut akan timbul semburan gas baru.

Sampai saat ini jumlah semburan baru mencapai 182 buah. Semburan baru itu terjadi karena retakan di permukaan tanah yang mengakibatkan air bercampur gas metan keluar. Jika semburan terus terjadi, tanah di bawah menjadi berlubang dan membuat area sekitarnya tertarik turun. Akibatnya, retakan akan semakin banyak terjadi. Begitu pula semburan yang muncul akan kian banyak. Bentuk turunnya tanah akan seperti corong atau seperti gelas es krim. Jadi, di tengah amblesnya akan paling dalam.

Saat ini amblesan tanah permukaan di dekat semburan sudah mencapai lebih dari 14 meter. Jika dibiarkan, amblesan tersebut akan semakin dalam. Area yang terdampak amblesan saat ini mencapai 1000 meter lebih. Karena itu, area tiga kilometer dari pusat semburan sebaiknya tidak dibangun infrastruktur baru karena wilayah tersebut daerah yang berbahaya.

Menurut analisa sejumlah pihak, semburan lumpur di Sidoarjo bisa sepuluh tahun, atau bahkan 100 tahun lamanya. Ini tidak penting, yang paling penting justru jangan pasif menunggu berhenti, tapi harus dihentikan. Sebab, yang menyembur di lokasi lumpur Lapindo saat ini adalah air asin panas dari bawah tanah. Air itu tidak akan cepat habis dan tak ada yang tahu kapan habisnya.

Biaya yang dibutuhkan untuk menutup semburan lumpur di Sidoarjo diperkirakan hanya sekitar 100 juta dollar Amerika. Biaya ini tergolong murah dibandingkan dengan biaya menghentikan semburan di Teluk Meksiko yang makan miliaran dolar AS, 500 juta dollar di antaranya untuk penelitian lingkungan. Biaya 100 juta dolar AS ini juga termasuk kecil dibandingkan dengan pendapatan tahunan dari usaha migas di Indonesia yang sekitar 25 miliar dolar AS, dan belanja industri migas mencapai 10 miliar dolar AS. Diperlukan keseriusan dan keberanian, seperti halnya Wang Jin Xi dan Obama, dari para pemimpin negeri ini untuk memutuskan penutupan semburan lumpur Sidoarjo.

Rudi Rubiandini R.S.
Pakar Migas dari ITB

Sabtu, 12 Juni 2010

Mud Doctor

mencoba menelaah lebih dalam mengenai fungsi tekanan hidrostatis yang merupakan hubungan antara fungsi masa dibagi volum serta kedalaman.

Lumpur pemboran, atau mud sering diartikan sebagai darah dalam suatu operasi pemboran, tanpa adanya lumpur yang baik, maka operasi pemboran tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam merancang suatu lumpur pemboran untuk setiap operasi pemboran. Sifat fisiknya terutama, seperti Plastic viskositas, Yield Point, Gell strength, electric stability untuk oil base mud, dsb.

Lumpur pemboran dalam pembuatannya terdiri dari 3 komponen utama, yakni :
  1. fasa padatan:

    Merupakan padatan yang bereaksi dengan sekelilingnya membentuk koloid (clay).

    Clay air tawar à bentonite mengahisap (absorp) air tawar membentuk bentonite.

    Yield à jumlah bbl lumpur yang dihasilkan dari 1 ton clay agar viskositas lumpur 15 cp.

    Yield bentonite = 100 bbl/ton, bentonite mengadsorp air tawar, sehingga volumenya menjadi 10 kali atau lebih, disebut dengan hidrasi / swelling.

    Dapat berupa barite (BaSO4), untuk menaikkan densitas lumpur.

    Dapat juga berasal dari formasi yang dibor dan ikut terbawa.

  2. fasa cair:

    Dapat berupa minyak atau air.

    75% lumpur pemboran menggunakan air.

    Yang menggunakan air teridiri dari air tawar dan air asin.

    Air asin dibagi menjadi air asin jenuh dan tak jenuh.

    Oil – base mud à minyaknya lebih dari 95%.

    Invert emulsions à minyak 50-70% (fasa kontinyu), air 30-50% (fasa terdispersi).

  3. additive:

    Sebagai thinner / penurun viskositas à quabracho, fosfat, sodium tannate, lignosulfonates, lignit, surfactant (surface active agents).

    Sebagai viscosifier / peningkat viskositas à CMC, starch, senyawa polimer.

dengan dikontrolnya sifat fisik fluida dari lumpur pemboran, melalui 3 komponen utama tersebut, maka diharapkan akan didapatkan jenis lumpur yang baik, serta dapat terhindar dari berbagai problem pemboran.

Kita mendengar terjadinya peristiwa meledaknya sumur milik BP di gulf of meksiko, adanya lumpur sidoarjo, dsb.
sebenarnya semua peristiwa tersebut bisa dikontrol dengan baik apabila kita mampu mengendalikan penggunaan lumpur pemboran.
Lumpur pemboran pertama kali diperkenalkan dalam pemboran putar pada sekitar awal tahun 1900. Awal mulanya orang hanya menggunakan air untuk mengangkat serbuk bor (cutting) secara kontinyu. Dan dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur mulai digunakan, dan fungsi lumpur menjadi semakin komplek dan untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur tersebut ditambahkan bahan-bahan kimia (additive). biasa digunakan adalah Oil Based Mud ( OBM ) dan Water Based Mud (WBM ).

Fungsi Lumpur Pemboran
  1. Mengangkat cutting ke permukaan
  2. Mendinginkan dan melumasi bit
  3. Media penghantar logging
  4. Mengontrol tekanan formasi
  5. Sebagai bantalan drillstring
  6. Membuat mud cake
  7. Mengurangi kerusakan formasi

Sifat Lumpur

§ Densitas.

Merupakan parameter penting karena fungsinya sebagai penahan tekanan formasi. Densitas terlalu besar menyebabkan loss circulation, sedangkan densitas terlalu kecil menyebabkan well kick. Densitas dapat diukur dengan menggunakan mud balance.

Dasar perhitungan : W = ρ × V

§ Sand content.

Tercampurnya cutting ke dalam lumpur akan menambah densitas lumpur sehingga memperberat kerja pompa, sehingga lumpur yang telah disirkulasikan harus dibersihkan dari partikel cutting menggunakan conditioning equipment (contaminant removal).

Yang dianggap sebagai pasir adalah cutting yang diameternya lebih besar dari 74 mikron. Cara untuk menentukan sand content:

§ Rheology lumpur.

- Viskositas.

Merupakan pengaruh shear rate terhadap shear stress, sehingga menentukan keengganan fluida untuk mengalir.

Viskositas terlalu tinggi à cutting tersuspensi dengan baik, ROP turun karena friksi semakin besar, pressure loss naik sehingga membebani kerja pompa, kesulitan dalam pemisahan cutting karena cutting cenderung terikat pada lumpur.

Viskositas terlalu rendah à ROP tinggi, tekanan pompa kecil, cutting tidak tersuspensi dengan baik, cutting terendap sehingga dapat mengganggu dan merusak perputaran bit (bit bailing), cutting sulit terangkat karena slip velocity semakin besar.

- Yield point.

Yaitu nilai shear stress minimum dimana fluida lumpur akan bergerak. Yield point merupakan ukuran gaya tarik menarik yang bersifat dinamik.

- Gel strength.

Yaitu kemampuan fluida lumpur untuk dapat menahan cutting agar tidak bergerak turun ketika sirkulasi dihentikan. Merupakan ukuran gaya tarik menarik yang bersifat statik.

Gel strength besar à dapat menahan agar cutting tidak turun, menahan pembuangan cutting di permukaan, pemompaan terlalu berat saat sirkulasi akan dijalankan, umur lumpur tidak akan lama.

Gel strength kecil à cutting akan jatuh saat sirkulasi dihentikan.

§ Filtration loss mud cake.

Kita perlu menganalisa filtration loss untuk memperkirakan jumlah filtrat yang masuk ke formasi dan juga memperkirakan ketebalan mud cake.

Filtration loss terjadi ketika terjadi kontak antara lumpur dengan batuan berpori, dimana batuan akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel kecil melaluinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan disebut filtrat, sedangkan lapisan yang tertahan disebut filter cake/mud cake.

Penyebanya adalah tekanan hidrostatis lumpur terlalu besar dan mud cake terlalu tipis sehingga filtrat lumpur dapat masuk ke dalam formasi. Cara menanggulanginya dengan mengganti jenis lumpur yang digunakan, atau menambahkan additif pada lumpur tersebut.

Filtration loss hanya terjadi jika terdapat perbedaan tekanan yang positif kearah batuan.

- Static filtration à ketika lumpur dalam keadaan diam

- Dynamic filtration à ketika lumpur disirkulasikan

Keuntungan dan kerugian:

Mud cake tebal à memperkecil filtration loss, tapi dinding lubang bor menjadi tebal.

Mud cake tipis à jadi bantalan pipa yang baik

Filtrat terlalu banyak à tidak akan terjadi well kick, merusak formasi, ketemu clay bisa swelling dan pipe sticking, kesulitan dalam melakukan logging karena terlalu banyak media yang hilang.

Filtrat sedikit à terbentuk mud cake yang tipis, mencegah formation damage, mud cake yang terbentuk bisa jadi terlalu tipis sehingga kurang baik sebagai bantalan drill pipe

Standar pengukuran filtration loss adalah menggunakan LPLT. Aliran filtrat melalui mud cake digambarkan dengan hukum Darcy. Volume filtrat yang dihasilkan selama selang waktu tertentu dinyatakan dengan:

,


dimana:

Vf = volume filtrat yang dihasilkan; A = luas filter; k = permeabilitas mud cake; Δp = tekanan filtrasi; t = waktu filtrasi; fsc = fraksi volume solid dalam mud cake; fsm = fraksi volume solid dalam lumpur; μ = viskositas mud filtrate.

Persamaan umum untuk static filtration loss:

§ Sifat lumpur pada P dan T yang tinggi.

Sifat lumpur yang diukur pada P dan T yang tinggi adalah filtration loss dan rheology. Filtration loss-nya dapat diukur menggunakan HPHT, sedangkan rheology-nya dapat diukur menggunakan Fann VG Meter yang dilengkapi dengan cup heater.

§ Analisa kimia lumpur.

- Analisis kimia alkalinitas.

Ditunjukkan oleh harga pH, tergantung dari kandungan ion di dalam filtrat lumpur.

- Analisis kesadahan total.

Ditentukan oleh kandungan ion Mg2+ dan Ca2+ di dalam filtrat lumpur.

- Analisis kandungan ion klor.

Kandungan klor dipengaruhi oleh kadar garam NaCl, biasanya menandakan pemboran menembus kubah garam. Kandungan klor dapat ditentukan dengan mentitrasi filtrat lumpur dengan larutan standar perak nitrat.

- Analisis kandungan ion kalsium.

Adanya kandungan kalsium menandakan tercampurnya lumpur oleh gypsum yang dapat mengubah water loss dan gel strengthnya.

- Analisis kandungan ion besi.

Adanya kandungan besi biasanya menandakan terjadinya korosi pada peralatan.

§ Lubrisitas lumpur (pelumasan).

Pengukuran Lumpur

Pengukuran dengan Marsh Funnel

Merupakan pengukuran secara kualitatif dengan mengukur waktu yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 Ltr (1 quart) untuk mengalir keluar dari corong Marsh Funnel. Karena pengukuran ini dilakukan dengan mengukur waktu, maka pengukuran ini digunakan untuk menilai viskositas lumpur secara kualitatif dan secara singkat, yaitu dengan membandingkan waktu alir lumpur yang baru relatif terhadap lumpur lama.

Pengukuran menggunakan Fann VG Meter

Merupakan alat untuk menentukan rheology lumpur seperti apparent viscosity, plastic viscosity, yield point dan gel strength.

Prinsipnya adalah mengaduk fluida dengan putaran RPM tertentu (menggambarkan shear rate) dan mencatat simpangannya (menggambarkan shear stress).


Rheology yang terukur:

§ Shear stress dan shear rate


§ Viscosity



§ Yield point dan gel strength



Kontaminasi Lumpur

§ Kontaminasi NaCl.

Sebab à saat pemboran menembus kubah garam, lapisan garam, lapisan batuan dengan konsentrasi garam tinggi, atau tercampur air formasi dengan kadar garam tinggi.

Akibat à dapat mengubah viskositas, YP, GS, filtration loss, dan menurunkan pH.

Penanggulangan à menambah NaOH.

§ Kontaminasi Gypsum.

Sebab à ketika menembus formasi gypsum, atau lapisan gypsum pada shale atau limestone.

Akibat à dapat mengubah viskositas, YP, GS, dan filtration loss.

Penanggulangan à menambah soda ash.

§ Kontaminasi Semen.

Sebab à apabila penyemenan kurang sempurna, atau setelah pengeboran semen dalam casing, float collar dan casing shoe.

Akibat à dapat mengubah viskositas, YP, GS, filtration loss, dan pH lumpur.

Penanggulangan à menambah sodium monofosfat.

§ Kontaminasi hard water (air yang mengandung kalsium dan magnesium tinggi).

Kontaminasi karbon dioksida.

§ Kontaminasi hidrogen sulfida.

Sebab

§ Kontaminasi oksigen.

Sebab à oksigen yang terdapat pada air yang digunakan untuk membuat lumpur, sehingga oksigen tersebut masuk ke dalam sistem lumpur.

Akibat à korosi pada peralatan pemboran, GS dan PV turun, densitas juga turun.

Penanggulangan à oksigen dikeluarkan lewat mud gas separator.

Hidrasi Bentonite

§ Dispersi.

Yaitu peristiwa di mana lempengan-lempengan yang tersuspensi dalam larutan dalam keadaan tersebar merata dan tidak terdapat ikatan antara permukaan maupun tepi dari lempengan-lempengan.

§ Flokulasi.

Terjadi dalam suspensi lapisan clay di mana lempengan-lempengan clay bergabung satu dengan yang lainnya di mana dalam system akan terdapat ikatan muka dengan tepi lempeng, tepi dengan tepi lempeng yang tidak tersebar secara tidak merata dalam fasa cairnya. Flokulasi akan menghasilkan clay yang menggumpal sehingga akan menghasilkan gel yang berlebihan.

§ Agregasi.

Terjadi bila muka dengan muka, tepi dengan tepi lempeng clay saling berikatan satu sama lainnya dan tersebar dalam fasa cairnya. Agregasi mengakibatkan penurunan viskositas dan gel strength.

§ Deflokulasi.

Yaitu proses di mana dalam larutan yang terflokulasi terjadi pemutusan ikatan antara tepi dengan muka yaitu dengan penambahan thinner dalam system sehingga system kembali dalam fasa terdispersi.

Jenis Lumpur Pemboran

§ Fresh water mud.

Yaitu lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar. Apabila terdapat kadar garam, biasanya sangat kecil (< ppm =" 1%">

- Spud.

Digunakan untuk membor formasi bagian atas conductor casing.

Fungsi utama à mengangkat cutting, membuka lubang di permukaan.

Volume cukup sedikit, dapat dibuat dari air + bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang lain (yield 35 – 50 bbl/ton).

Tambahan bentonite diperlukan untuk menaikan PV dan GS bila menghadapi zona loss.

- Natural / Native.

Dibentuk dari pecahan cutting dalam fasa air, sehingga sifatnya tergantung formasi.

Digunakan pada pemboran cepat, seperti pada surface casing.

- Treated Bentonite.

- Treated Phosphate.

- Treated Organic Coloid.

- Red / alkaline – tannate treated.

- Calcium muds.

§ Salt water mud.

- Unsaturated salt water.

- Saturated salt water.

- Sodium silicate.

§ Oil in Water Emulsion (water base mud).

A drilling fluid (mud) in which water or saltwater is the major liquid phase as well as the wetting (external) phase. General categories of water-base muds are freshwater, seawater, salt water, lime, potassium and silicate. Subcategorizes of these abound.


Water-base drilling fluid. Water-base fluids are predominantly water or saltwater. Clay minerals and polymers are commonly added to design a mud that is compatible with the formations being drilled.

- Fresh water mud.

- Salt water mud.

§ Oil Base Emulsion Muds (oil base mud).

Sifat rheologynya ditentukan dari emulsi air-minyak. Aditif bereaksi dengan air.

Emulsifier sebagai thickenner, dispersant sebagai thinner.

An invert-emulsion mud, or an emulsion whose continuous phase is oil. In the past, the term referred to an oil mud containing less than about 5 vol.% water. This definition, at the time, distinguished mud with less than 5 vol.% water from invert-emulsion oil muds, which had more than 5 vol.% water. Today, this distinction is not practical because most commercial oil muds can be formulated with more or less than 5 vol.% water using essentially the same types of products

Invert emulsion muds, or oil-base drilling fluids, typically contain synthetic fluids, diesel oil or mineral oil without much water. When hydration of clay formations is possible, oil-base drilling fluids are non-damaging to the reservoir.

§ Gaseous Drilling Fluids.

- Natural gas mud.

- Aerated mud.

Jenis-jenis Aditif

§ Viscosifier, prinsipnya menaikkan viskositas dengan cara menambah jumlah partikel terdispersi. Contohnya : CMC-LV, CMC-HV, Starch.

§ Thinner, prinsipnya menurunkan viskositas dengan cara mendispersi atau mengencerkan. Contohnya : Quobracho, fosfat, sodium tanate, lignosulfonat, lignite.

§ Filtration reducer, prinsipnya mengurangi jumlah filtrat dengan cara membentuk deflokulasi. Contohnya : latex, CMHEC, Starch, CMC, sodium polyacrylate.

Bentonite, yaitu bahan dasar lumpur pemboran yang selalu dipakai pada lumpur standar karena mudah terhidrasi oleh air.