I don't know where I crossed the line
Was it something that I said
Or didn't say this time
And I don't know if it's me or you
But I can see the skies are changing
In all the shades of blue
And I don't know which way it's gonna go
If it's gonna be a rainy day
There's nothing we can do to make it change
We can pray for sunny weather
But that won't stop the rain
Feeling like you got no place to run
I can be your shelter 'til it's done
We can make this last forever
So please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
I thought that time was on our side
I've put in far too many years
To let this pass us by
You see live is a crazy thing
There'll be good time and there'll be bad times
And everything in between
And I don't know which way it's gonna go
If it's gonna be a rainy day
There's nothing we can do to make it change
We can pray for sunny weather
But that won't stop the rain
Feeling like you got no place to run
I can be your shelter 'til it's done
We can make this last forever
So please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
Oh we'rea little closer now
And finally what life's it's all about
Yeah I know you just can't stand it
If things don't go your way
But we've got no control over what happens anyway
If it's gonna be a rainy day
There's nothing we can do to make it change
We can pray for sunny weather
But that won't stop the rain
Feeling like you got no place to run
I can be your shelter 'til it's done
We can make this last forever
So please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Please don't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Can't stop it, can't stop it,
just can't stop the rain
(Let it fall, let it fall, let it fall)
Let it fall, please don't stop the rain
Rabu, 30 Mei 2012
Senin, 28 Mei 2012
23 episentrum
Sudah 23 tahun umur saya, di 20 Mei 2012 kemarin tepatnya.
Di situ pula usia mulai nunjukin kalau gw udah tua, udah berkurang lagi umur gw setaun, dan belum juga diimbangi dengan kata dewasa dalam nyikapin hidup.
Masih ngeluh kalo makan sama tempe doang, masih nge dumel sendiri depan monitor kantor kalo kerjaan ga sesuai harapan, atau bahkan kadang masih aja bangun kelewatan siang. Di tahun ke 23 ini semua juga terlihat berbeda, tapi tahun kedua ngrayain ulang tahun di Ibu kota, tahun lalu tepat di konfrensi IPA ke 35, sekarang pas gw udah kerja di Jakarta. Perubahan? Ada sih sedikit perubahan, merubah status dari mahasiswa ke karyawan, pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, merantau, tapi yaaa muka masih aja pas pasan. Tetep aja standard rata rata air kek gini pfft.
Oke, gw mau sedikit nge bahas tentang kehidupan gw yang ga tau keren atau gak buat dibahas. Agak sedikit absurb kah? Mungkin sih, yang jelas ga se absurb muka gw. Setidaknya ada yang bisa dibanggain dari kehidupan gw selama 23 tahun ini (iyeee gw ulang tahuuun coooy, ga sadar lo) -___- Gw kasih judul di postingan gw kali ini adalah 23 episentrum, persis judul novel karangan @adenitaa yang saat ini lagi di jual di pasaran, bukan berarti gw mau ikut mromosiin nih novel, gw cm seneng aja ama judulnya, really showing my heavy life story.
episentrum adalah titik gempa, pusat gempa dari suatu gempa (ya terus ngapa, semua juga tau).
Kenapa gw suka ama angka 23 nya juga? karena itu umur gw sekarang. Trs apa hubungannya? Ya ini gw mau critain, ga usah banyak omong dulu. *kemudian hening*
Oke, serius yak, ini harus mulai serius. Intinya sudah 23 tahun gw ngehadapi hidup, sudah ada tangis dulu jaman TK, ketawa jaman SD, datarnya hidup jaman SMP, ngakak lagi ampe jungkir balik di jaman SMA, berdarah darah di jaman kuliah, sudah dialami semua, walau masih belum banyak, tapi di setiap tahunnya, ada titik episentrum yang selalu membuat ane terlihat berbeda, masalah fisik? Iya jelas, tapi lebih ke masalah personal attitude, jadi lebih dewasa, jadi lebih segalanya (mulai terlihat serius). tapi untuk masalah kegantengan, kalian tau laaah, tetep aja kek gini hahahaha sial.
Udah sering juga gw bahas tentang lika liku hidup gw selama SD, SMP, atau bahkan SMA di blog ini, kuliah? Apalagi. Mungkin ya gitu gitu aja sih isi blog gw. Pengalaman hidup gw pribadi. Tapi setidaknya gw berharap banyak yang bisa memetik hikmah dari apa yang sudah gw tulis (ceilleeh). Walau gw masih slengekan, gw juga punya keinginan buat bikin Bangsa ini, Bangsa Indonesia jadi bangsa yang SANGAT BESAR. Tidak lagi menyandang sebaga negara berkembang, tapi menjadi salah satu negara yang maju. Agak sedikit out of content, tapi asli, gw selalu berharap tulisan ini bisa membuat orang sadar akan apa yang disebut harapan dan cita cita, bahwa tidak ada kata gagal, yang ada hanya dua pilihan dalam setiap usaha, pertama adalah berhasil, atau yang kedua adalah diganti dengan yang lebih baik.
Tidak ada kata gagal.
Ketika manusia sudah memahami hierarki itu, mereka akan total membangun bangsa ini, tanpa harapkan sedikitpun imbalan, demi kemajuan bangsa. Ga takut dengan cap sebagai “generasi gagal”.
(Berat pisan euy omongan abdi teh, nte ngartos :p)
ke 23 episentrum sudah terlampaui, dan satu persatu jawaban mulai muncul sejalan dengan bertambahnya episentrum yang dilalui. Jawaban atas romansa hidup dari seorang yang bernama Muhammad Afif Ikhsani (lebaaayyyy).
Tapi terus terang, di saat dulu, ketika gagal di SPMB (SNMPTN), hanya ada rasa sesal di hati, bahkan sampai semester 3 gw kuliah, gw masih mikir betapa gak adilnya Tuhan saat itu, sudah berapa universitas yang gw coba buat masukin untuk kuliah, dan gw cuma jadi pesakitan SPMB. Tapi akhirnya sekarang gw sadar, ada makna dibalik penciptaan, ada cerita dibalik setiap kejadian.
Dulu ketika gagal buat jadi dokter, gw nyoba ngehibur diri, kalo gw emang jadi dokter, bakal berapa banyak orang yang mati gara gara gw tanganin. Tapi sekarang setelah gw memutuskan keluar haluan, ke Jurusan Teknik Perminyakan, gw jadi reservoir engineer, ternyata ini maksudnya. Dengan job desk gw yang ngupayain biar sumur gas gw tetap produksi, tetep nyalurin gas buat gantiin solar sebagai bahan bakar PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), gw jadi ngerasa bagai punya tanggung jawab yang lebih dari sekedar dokter.
bayangkan, berapa luas area yang akan tercover setiap malam dengan cahaya di daerah kalimantan gara-gara gas yang produksi dari sumur gw. Berapa anak yang tetep belajar buat ngejar cita citanya gara gara listrik dari sumur gw. dan berapa orang yang hampir mati terselematkan di meja operasi karena listrik akhirnya tak padam di sana.
Itulah tanggung jawab. Bukan untuk sombong, tapi buat bukain mata kalian, jangan kalian takut akan gagal. Tuhan tau, tapi menunggu, menunggu mana yang lebih pantas di amanahkan untuk kita nantinya.
Itulah esensi 23 episentrum ini, amanah baru, menjaga agar kalimantan tetap menyala di malam hari. :)
Di situ pula usia mulai nunjukin kalau gw udah tua, udah berkurang lagi umur gw setaun, dan belum juga diimbangi dengan kata dewasa dalam nyikapin hidup.
Masih ngeluh kalo makan sama tempe doang, masih nge dumel sendiri depan monitor kantor kalo kerjaan ga sesuai harapan, atau bahkan kadang masih aja bangun kelewatan siang. Di tahun ke 23 ini semua juga terlihat berbeda, tapi tahun kedua ngrayain ulang tahun di Ibu kota, tahun lalu tepat di konfrensi IPA ke 35, sekarang pas gw udah kerja di Jakarta. Perubahan? Ada sih sedikit perubahan, merubah status dari mahasiswa ke karyawan, pindah dari Yogyakarta ke Jakarta, merantau, tapi yaaa muka masih aja pas pasan. Tetep aja standard rata rata air kek gini pfft.
Oke, gw mau sedikit nge bahas tentang kehidupan gw yang ga tau keren atau gak buat dibahas. Agak sedikit absurb kah? Mungkin sih, yang jelas ga se absurb muka gw. Setidaknya ada yang bisa dibanggain dari kehidupan gw selama 23 tahun ini (iyeee gw ulang tahuuun coooy, ga sadar lo) -___- Gw kasih judul di postingan gw kali ini adalah 23 episentrum, persis judul novel karangan @adenitaa yang saat ini lagi di jual di pasaran, bukan berarti gw mau ikut mromosiin nih novel, gw cm seneng aja ama judulnya, really showing my heavy life story.
episentrum adalah titik gempa, pusat gempa dari suatu gempa (ya terus ngapa, semua juga tau).
Kenapa gw suka ama angka 23 nya juga? karena itu umur gw sekarang. Trs apa hubungannya? Ya ini gw mau critain, ga usah banyak omong dulu. *kemudian hening*
Oke, serius yak, ini harus mulai serius. Intinya sudah 23 tahun gw ngehadapi hidup, sudah ada tangis dulu jaman TK, ketawa jaman SD, datarnya hidup jaman SMP, ngakak lagi ampe jungkir balik di jaman SMA, berdarah darah di jaman kuliah, sudah dialami semua, walau masih belum banyak, tapi di setiap tahunnya, ada titik episentrum yang selalu membuat ane terlihat berbeda, masalah fisik? Iya jelas, tapi lebih ke masalah personal attitude, jadi lebih dewasa, jadi lebih segalanya (mulai terlihat serius). tapi untuk masalah kegantengan, kalian tau laaah, tetep aja kek gini hahahaha sial.
Udah sering juga gw bahas tentang lika liku hidup gw selama SD, SMP, atau bahkan SMA di blog ini, kuliah? Apalagi. Mungkin ya gitu gitu aja sih isi blog gw. Pengalaman hidup gw pribadi. Tapi setidaknya gw berharap banyak yang bisa memetik hikmah dari apa yang sudah gw tulis (ceilleeh). Walau gw masih slengekan, gw juga punya keinginan buat bikin Bangsa ini, Bangsa Indonesia jadi bangsa yang SANGAT BESAR. Tidak lagi menyandang sebaga negara berkembang, tapi menjadi salah satu negara yang maju. Agak sedikit out of content, tapi asli, gw selalu berharap tulisan ini bisa membuat orang sadar akan apa yang disebut harapan dan cita cita, bahwa tidak ada kata gagal, yang ada hanya dua pilihan dalam setiap usaha, pertama adalah berhasil, atau yang kedua adalah diganti dengan yang lebih baik.
Tidak ada kata gagal.
Ketika manusia sudah memahami hierarki itu, mereka akan total membangun bangsa ini, tanpa harapkan sedikitpun imbalan, demi kemajuan bangsa. Ga takut dengan cap sebagai “generasi gagal”.
(Berat pisan euy omongan abdi teh, nte ngartos :p)
ke 23 episentrum sudah terlampaui, dan satu persatu jawaban mulai muncul sejalan dengan bertambahnya episentrum yang dilalui. Jawaban atas romansa hidup dari seorang yang bernama Muhammad Afif Ikhsani (lebaaayyyy).
Tapi terus terang, di saat dulu, ketika gagal di SPMB (SNMPTN), hanya ada rasa sesal di hati, bahkan sampai semester 3 gw kuliah, gw masih mikir betapa gak adilnya Tuhan saat itu, sudah berapa universitas yang gw coba buat masukin untuk kuliah, dan gw cuma jadi pesakitan SPMB. Tapi akhirnya sekarang gw sadar, ada makna dibalik penciptaan, ada cerita dibalik setiap kejadian.
Dulu ketika gagal buat jadi dokter, gw nyoba ngehibur diri, kalo gw emang jadi dokter, bakal berapa banyak orang yang mati gara gara gw tanganin. Tapi sekarang setelah gw memutuskan keluar haluan, ke Jurusan Teknik Perminyakan, gw jadi reservoir engineer, ternyata ini maksudnya. Dengan job desk gw yang ngupayain biar sumur gas gw tetap produksi, tetep nyalurin gas buat gantiin solar sebagai bahan bakar PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), gw jadi ngerasa bagai punya tanggung jawab yang lebih dari sekedar dokter.
bayangkan, berapa luas area yang akan tercover setiap malam dengan cahaya di daerah kalimantan gara-gara gas yang produksi dari sumur gw. Berapa anak yang tetep belajar buat ngejar cita citanya gara gara listrik dari sumur gw. dan berapa orang yang hampir mati terselematkan di meja operasi karena listrik akhirnya tak padam di sana.
Itulah tanggung jawab. Bukan untuk sombong, tapi buat bukain mata kalian, jangan kalian takut akan gagal. Tuhan tau, tapi menunggu, menunggu mana yang lebih pantas di amanahkan untuk kita nantinya.
Itulah esensi 23 episentrum ini, amanah baru, menjaga agar kalimantan tetap menyala di malam hari. :)
Senin, 14 Mei 2012
Namanya Ibu
Perutnya sudah membesar, sudah lebih dari 9 bulan calon ibu muda itu mengandung, di usianya yang belum genap 25 tahun, hamil besar, ditinggal suami merantau demi kelangsungan hidup pasangan yang baru genap setahun berumah tangga, sungguh berat membayangkannya. Sudahlah, tak perlu dibayangkan, seperti kata Tuhan, yang ribuan tahun lalu berfirman, Dia tidak akan memberi cobaan suatu kaum melebihi batas kemampuan umatnya, itulah yang diyakini wanita muda yang tak lama lagi berganti peran menjadi seorang ibu. Suatu peran yang selama 25 tahun tak pernah dia bayangkan akan didapatkan sebegitu susahnya. Tapi sekali lagi, dy masih yakin atas janji Tuhan itu.
Akhirnya saat itu pun datang, ketika memang Tuhan berkehendak lain, bukan kelahiran yang normal, lebih dari usia rata rata wanita mengandung calon bayi mereka, tanpa suami di sampingnya, hanya ada kakak ipar, dan kedua orang tuanya, harus memutuskan operasi caesar atau bayi nya akan mati.
Mati, sungguh itu bukan konskuensi yang pantas diterima oleh bayi yang akan lahir dari rahim wanita kuat itu, sudah separuh hidupnya diberikan untuk mencoba melihat senyum dan mendengar tangis anak pertamanya, tak mungkin dy mau untuk mendengar kata mati di siang itu.
Bakda dhuhur semuanya meminta diputuskan, tanpa ada handphone, atau bahkan jaringan internet seperti dewasa ini, sang suami tak mungkin pulang saat itu juga, jarak 100 KM memisahkan kedua insan itu, dan hidup atau mati taruhannya.
Caesar, tak pernah sebelumnya ketika gadis dia mimpikan harus bertemu dengan pisau, jarum, bahkan benang untuk proses kelahiran bayi pertamanya, dan itu akhirnya harus di lakukan, hanya gurat kepasrahan yang tersingkap dari wajah calon ibu itu, keselamatan bayinya yang utama, bukan dirinya, seolah tak perdulikan tentang keselamatan jiwanya, dy minta ayahnya untuk menandatangani semua syarat syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan operasi caesar. Dan itu dilakukannya tanpa ada suami di sampingnya. Hanya ada takut, tapi dy tetap harus melawannya.
Ayahnya yang masih terlihat bugar dan tegas setia menunggui anak perempuannya yang akan menjadi ibu, demi cucu akan dy beri nama “bangkit” karena hari itu adalah hari kebangkitan nasional, dy tetap berdiri di depan pintu ruang operasi itu.
20 Mei 1989, 17.30 WIB, menjelang maghrib, dengan berat 2.8 Kg, seorang bayi laki laki lahir dari rahim wanita kuat itu, setelah lebih dari 9 bulan 10 hari dikandungnya, akhirnya berubah pula statusnya menjadi seorang Ibu.
23 tahun sudah peristiwa itu terjadi, sudah penuh etalase kehidupan yang ibu muda itu isi dengan penuh kebahagiaan atau bahkan kesukaran. Bukan apa apa yang dy inginkan....
Hanya kebahagiaan
Akhirnya saat itu pun datang, ketika memang Tuhan berkehendak lain, bukan kelahiran yang normal, lebih dari usia rata rata wanita mengandung calon bayi mereka, tanpa suami di sampingnya, hanya ada kakak ipar, dan kedua orang tuanya, harus memutuskan operasi caesar atau bayi nya akan mati.
Mati, sungguh itu bukan konskuensi yang pantas diterima oleh bayi yang akan lahir dari rahim wanita kuat itu, sudah separuh hidupnya diberikan untuk mencoba melihat senyum dan mendengar tangis anak pertamanya, tak mungkin dy mau untuk mendengar kata mati di siang itu.
Bakda dhuhur semuanya meminta diputuskan, tanpa ada handphone, atau bahkan jaringan internet seperti dewasa ini, sang suami tak mungkin pulang saat itu juga, jarak 100 KM memisahkan kedua insan itu, dan hidup atau mati taruhannya.
Caesar, tak pernah sebelumnya ketika gadis dia mimpikan harus bertemu dengan pisau, jarum, bahkan benang untuk proses kelahiran bayi pertamanya, dan itu akhirnya harus di lakukan, hanya gurat kepasrahan yang tersingkap dari wajah calon ibu itu, keselamatan bayinya yang utama, bukan dirinya, seolah tak perdulikan tentang keselamatan jiwanya, dy minta ayahnya untuk menandatangani semua syarat syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan operasi caesar. Dan itu dilakukannya tanpa ada suami di sampingnya. Hanya ada takut, tapi dy tetap harus melawannya.
Ayahnya yang masih terlihat bugar dan tegas setia menunggui anak perempuannya yang akan menjadi ibu, demi cucu akan dy beri nama “bangkit” karena hari itu adalah hari kebangkitan nasional, dy tetap berdiri di depan pintu ruang operasi itu.
20 Mei 1989, 17.30 WIB, menjelang maghrib, dengan berat 2.8 Kg, seorang bayi laki laki lahir dari rahim wanita kuat itu, setelah lebih dari 9 bulan 10 hari dikandungnya, akhirnya berubah pula statusnya menjadi seorang Ibu.
23 tahun sudah peristiwa itu terjadi, sudah penuh etalase kehidupan yang ibu muda itu isi dengan penuh kebahagiaan atau bahkan kesukaran. Bukan apa apa yang dy inginkan....
Hanya kebahagiaan
Langganan:
Postingan (Atom)