Sabtu, 10 Desember 2011

Revitalisasi Migas: Sebuah Muhasabbah

Hari ini, 10 Desember 2011 saya berkesempatan untuk menjadi salah seorang moderator di acara seminar nasional yang diadakan oleh Seksi Mahasiswa Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia. Bertempat di Ruang Seminar Fakultas Teknologi Mineral UPN "Veteran" Yogyakarta.

Agak canggung memang, mengingat saya belum punya memiliki pengalaman yang cukup di Indistri Migas, baru sebulan lalu kira kira saya lulus dari jurusan Teknik Perminyakan UPN "Veteran" Yogyakarta. Dua pembicara yang saya anggap sangat hebat dalam sesi pertama, sesi yang saya bawakan. Profesor Dody Abdasah, salah seorang guru besar di Bidang Perminyakan, dosen Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung, orang yang selama ini hanya saya lihat namanya di sebuah buku lusuh tentang Well Test, yang menjadi buku pengantar tidur saya, sekarang orang tersebut ada di hadapan saya dan satya diminta untuk memancu beliau bercerita banyak tentang Lapangan Marginal.

Yang kedua, seorang yang menjadi panutan saya selama ini, Afar Alzubaid, Manager Operasional TAC-Pertamina BWP Meruap, sekaligus manager EOR di samudra Energi, seseorang yang masih cukup muda, kalau ditaksir masih sekitaran 35an, namun sudah menjelajah eropa, malaysia, bahkan middle east. Sudah 7 perusahaan beliau tempati, dan banyak pengalaman yang mengagumkan yang sudah beliau miliki, baik dalah hal managerial maupun dalam hal keteknisan.

pembicara lain yang hadir dalam seminar ini antara lain bapak Hapoasn Napitupulu dari BPMigas, Bapak bagus Sudaryanto dari Pertamina EP, dan Kepala ESDM Blora.

Mengapa saya berikan judul revitalisasi migas adalah suatu muhsabbah?

Revitalisasi berarti perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali, menggiatkan apa? apakah menggiatkan kegiatan migas? Kalau iya, itu berarti selama ini kegiatan migas di Indonesia mengalami masa reses? Atau bahkan mati?
Bukan itu maksudnya. Revitalisasi dalam ini menggiatkan sesuatu hal menjadi lebih baik. Dalam hal ini produksi migas.

Peranan penting minyak dan gas bumi sebagai modal utama pembangunan ditunjukkan dalam sepuluh tahun terakhir yang memberikan kontribusi rata-rata sebesar kurang lebih 30% dari seluruh penerimaan negara. Kemampuan penyediaan cadangan minyak dan gas bumi dewasa ini, tidaklah seperti yang diharapkan pada awal berkembangnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia, yaitu dengan berhasilnya diketemukan cadangan besar seperti lapangan Minas dan Duri di Riau atau lapangan
Widuri di lepas pantai Sumatera Timur.

Sayangnya dewasa ini, perkembangan kegiatan eksplorasi menghadapi suatu
kenyataan bahwa penemuan cadangan baru relatif lebih lambat dan menjadi cukup sulit, karena target eksplorasi dihadapkan pada daerah-daerah yang semakin sulit back secara infrastruktur maupun geografis yang merupakan daerah dengan klasifikasi frontier, termasuk didalamnya adalah daerah laut dalam.

Penemuan-penemuan lapangan minyak dan gas bumi baru pada saat ini berdasarkan besarnya tingkat cadangan, ukurannya relatif tidak terlalu besar walaupun masih cukup ekonomis untuk dikembangkan berdasarkan sistim kerjasama Kontrak Bagi Hasil yang ada. Sedangkan di sisi lain cukup banyak pula penemuan-penemuan lapangan minyak dan gas bumi baru berdasarkan ukuran cadangan, ketersediaan infrastruktur (teknologi) dan kondisi geografisnya tidak cukup ekonomis apabila dikembangkan dan diproduksikan dengan menggunakan term and condition yang ada sebagai landasan kontrak kerjasamanya, atau dalam industri hulu perminyakan dikenal sebagai marginal field, atau dalam bahasa simple nya Professor Dody Abdassah adalah lapangan Sub-Marginal.

Dikutip dari penyampaian Rudi Rubiandini mengenai strategi ketahanan energi nasional, Apabila pemenuhan kebutuhan energi tetap dibebankan kepada sumber energi migas, maka langkah utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan cadangan migas. Tanpa peningkatan cadangan, usaha untuk meningkatkan produksi juga menjadi tidak mungkin dilakukan. Selama 10 tahun belakangan ini cadangan minyak terbukti turun rata-rata 2,4 persen per tahun. Idealnya, setiap produksi 1 barel, harus digantikan dengan adanya penemuan cadangan 1 barel.

Pada tahun 2010, total produksi 344 juta barel setahun, hanya digantikan oleh cadangan sebesar 140 juta barel. Artinya, reserve replacement ratio (RRR) hanya sebesar 41 persen. Artinya, setiap 100 barel produksi hanya digantikan oleh 87 barel. Akibat rendahnya penemuan, cadangan minyak Indonesia yang besarnya 0,3 persen cadangan dunia, hanya cukup memenuhi kebutuhan selama 12 tahun. Sementara cadangan gas bumi yang besarnya 8,7 persen cadangan dunia, cukup memenuhi kebutuhan 44 tahun.

Potensi peningkatan cadangan masih terbuka lebar mengingat sebagian besar lapangan produksi belum dieksplorasi secara maksimal. Melalui penggunaan teknologi tinggi, KKKS produksi diharapkan dapat melakukan kegiatan Teknologi Enhance Oil Recovery (EOR) yang saat ini baru diterapkan di beberapa lapangan. Apabila kegiatan EOR berhasil meningkatkan recovery factor 10 persen, maka akan ada tambahan cadangan sebesar 4,3 miliar. Penambahan ini lebih besar dari cadangan minyak terbukti nasional yang hanya 3,7 miliar barel.

Namun, peningkatan kegiatan yang berisiko tinggi pada Kontraktor KKS produksi tersebut membutuhkan kepastian investasi melalui peraturan perundangan dan bentuk kontrak yang menarik. Karena itu diusulkan agar Indonesia memiliki beberapa jenis kontrak yang dapat mengakomodasi keekonomian berbagai jenis lapangan besar maupun kecil, daerah aman maupun frontier. Kepastian hukum juga dibutuhkan pada proses perpanjangan kontrak kerjasama. Tanpa kepastian hukum dan rezim kontrak yang menjanjikan keuntungan dan kepastian bagi investor, kegiatan investasi sulit direalisasi.

Artinya banyak peluang baik secara sentuhan bisnis dalam perbaikan jenis kontrak, maupun sentuhan teknologi yang bisa diusahakan, sehingga bisa meningkatkan cadangan dan akhirnya meningkatkan produksi minyak dan gas bumi. Apabila semua kegiatan tersebut dilaksanakan, yaitu perbaikan sistim bisnis migas yang akan menaikan kegiatan eksplorasi, dan merangsang penggunaan teknologi tinggi dalam usaha produksi menjadi satu kesatuan dari hulu sampai hilir, maka jargon di dunia migas “Resource to Reserve to Production" (R2R2P) akan terlaksana di Indonesia.

Usaha lain yang dapat dilakukan adalah menggalakkan realisasi kegiatan eksplorasi. Saat ini terdapat 107 Wilayah Kerja eksplorasi, namun sebanyak 77 wilayah kerja di antaranya tidak mampu memenuhi komitmen pasti untuk merealisasi kegiatan seismik, ataupun merealisasi kegiatan pengeboran eksplorasi karena berbagai kendala di lapangan seperti tumpang tindih, izin lahan yang belum tuntas, masalah social dan sebagainya. (Rudi Rubiandini)

Kesiapan SDM dalam menyongsong 1 MMBOPD di taun 2014 juga tak kalah pentingnya selain persiapan teknis tersebut. SDM, dan sistem ke organisasian dari company merupakan sinergi utama dari berbagai macam skenario rencana pengembangan lapanagn-lapangan marginal dalam upaya pemenuhan target tersebut.

Corporate Branding, sesuatu hal yang tak kalah pentingnya dari semua hal tersebut.

Tengoklah saudara muda kita di negeri seberang, dulu mereka banyak belajar dari kita, mengenai sistem kontrak PSC, mengenai teknologi. Sekarang lihatlah mereka! Hampir menempel di setiap mobil F1, kapan NOC kita menempel di mobil Rio Haryanto, dan support rio habis-habisan di F1.

Semuanya ada di tangan kita? Sanggupkah kita?

Itulah muhasabbah kita, sebuah perenungan dalam upaya revitalisasi migas di Indonesia.

Sebagai kado untuk ulang tahun ke 54 Pertamina, lokomotif perekonomian di Indonesia.
Majulah Pertamina, ubah tradisi lamamu, tatap masa depan.

Muhammad Afif Ikhsani
IATMI UPN Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar