Rabu, 18 April 2012

The Untouchable Love

Sudah lebih dari sebulan ga posting di blog, dipusingkan dengan hiruk pikuk urusan ibu kota, moving ke perusahaan baru, harus hand over ke pengganti di perusahaan lama, adaptasi, dan tentunya menyelesaikan masalah hati (yang ini gak penting)

Kopi terakhir hari ini di kantor sangat manis, sungguh nikmat perpaduan antara kopi dan krim nya, namun sayang masih tersisa rasa asam di setiap tegukan terakhirnya, seperti senyumnya yang sedikit musam di sore itu di kota yang tidak terlalu asing di hati. akhir akhir ini senja memang menjadi sahabat senggangku, ditemani secangkir kopi yang bisa secara instan dibuat dari mesin yang berdiri kokoh di suatu ruangan persegi 2x2 yang disebut pantry.

Itulah kehidupanku akhir akhir ini, terus terang agak sedikit berubah, yang awalanya "hanya" mengurus simulasi reservoir, akhirnya sekarang mengurusi semuanya, semua yang berhubungan di reservoir dan produksi, yang lebih ekstremnya, sekarang bertanggung jawab atas lapangan gas, sesuatu dari sekian banyak hal yang sy hindari semasa kuliah di Jogja.

Hehehe..
sudah berkali kali saya kemakan omongan, itulah yang namanya qada dan qadar, sesuatu yang pernah saya tulis di blog ini juga, ketika kita berencana banyak hal, menolak banyak hal, akhirnya Tuhan berkehendak lain.

Ada cerita menarik ketika kemarin tanggal 5 April terpaksa harus pulang karena bapak sakit, saat itu semuanya serba mendadak, dan terpaksa harus naik travel karena tidak dapat tiket untuk balik ke solo dari Jakarta. Saat ini teknologi sudah maju, tiket bisa dibeli H-90, akan tetapi hal tersebut menurut pribadi saya bukannya malah membuat semua terlihat mudah, akan tetapi membaut semuanya terlihat "dibikin ribet" padahal simple. Malah terlalu banyak calo yang bermain di dalamnya.

Tapi itulah Indonesia, kalau gak gitu gak seru katanya. Hwehehehe..

Dan hari itulah saya ngrasain Indonesia yang sebenarnya, campur aduk, merasakan perjalanan Jakarta-Jogja yang harus ditempuh selama 22 jam karena macet dan tanah longsor di daerah bumiayu. Yang terpaksa harus muter jalan di daerah guci, tegal, dari sinilah saya juga bisa menikmati keindahan Indonesia, mungkin sebagian kecil dari keindahan yang Indonesia miliki, tapi semuanya terlihat begitu nyata, di depan mata, benar benar seperti suatu negeri diatas awan, ketika kita hidup di pemukian yang jauh dari kebisingan, dari hiruk pikuk klakson yang setiap sore menghantui telinga kita, dan tentunya kita bisa menyentuh awan, sungguh indahnya daerah itu.

Itulah pertama kali saya melewati perbukitan guci, tegal, lebih tepatnya di desa sipagog kalo tidak salah, menyeramkan memang, dengan mesin mobil L300, diisi 8 penumpang kami lewati jalan berbukit bukit, mungkin bisa dibilang, taruhan kami saat itu adalah nyawa.


Sampai akhirnya, sampe juga ke rumah, setelah 22 jam perjalanan.

Sesuatu yang gak akan saya lakukan untuk siapapun, kecuali orang tua saya.

Lelah? iya sangat lelah. Namun banyak hal yang bisa membuat saya lebih dewasa menyikapi semua hal ini.

Ketika dulu sewaktu saya masih sekolah, saya selalu berteriak teriak di depan bapak sama ibu, kalo saya ingin keliling dunia, ingin pergi dari rumah, dan merantau, tapi ketika kemarin posisi nya saya yang hanya tinggal di Jakarta, dan tiba tiba bapak sakit keras, saya yang harus pulang, tak tau harus naik apa untuk bisa mencapai Jogja atau solo saat itu juga. DI saat itu saya berfikir, betapa berartinya mereka, bapak ibu untuk saya, terlalu naif kalau saya hanya memikirkan perut saya sendiri untuk bisa berkeliling dunia menikmati hidup tanpa mereka yang selalu mendoakan saya di setiap malam.

Memang, hidup itu berputar, bapak ibu dulu lahir, menjadi anak dari kakek dan nenek, SD, SMP, SMA, kuliah, menikah, punya anak, membesarkan anak, anak sudah besar mereka ditinggalkan anak anaknya untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang pernah mereka lakukan dulu. Sebenarnya semua itu adalah suatu proses, dan itulah hidup.

Akhirnya tangisan ibu juga yang melepas saya untuk balik ke Jakarta, dan secara reflek saya juga menyadari, cepat atau lambat saya akan meninggalkan ibu atau sebaliknya, setidaknya ketika sekarang bapak dan ibu masih sehat, akan saya lakukan apapun untuk mereka, ketahuilah, tak ada yang bisa membalas semua yang sudah mereka berikan ke kita.

Setidaknya, melihat mereka bahagia adalah kebahagian dari seluruh dunia dan seisinya.

Sebelum saya bisa benar benar berkeliling dunia nantinya, semoga saya bisa mendapatkan dunia mereka berdua, hati yang bahagia dari mereka, bapak sama ibu :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar