Jumat, 15 April 2011

What a nice main course :D


Jawaban minggu kedua :

1. a. Porositas batuan
Seperti telah kita ketahui bahwa formasi mempunyai permeabilitas dan lumpur pemboran memiliki sifat filtration loss, maka terjadi invasi mud filtrat, dimana fasa cair dari lumpur akan tersaring masuk ke dalam formasi yang permeabel di sekitar lubang bor tadi, sedangkan padatan lumpur (mud solids) tertinggal dan akan membentuk mud cake pada dinding lubang sumur bor. Sketsa dari invasi mud filtrat ke dalam formasi permeabel ini dapat kita lihat pada (Gambar 1).
(Gambar 1.Invasi Mud Filtrat Ke Dalam Formasi Melalui Dinding Sumur Yang Permeabel)

Apabila mud filtratnya adalah air (dari water base mud) dan formasinya mengandung clay yang menghidrate (formasi shale atau formasi dirty sands), maka akan terjadi hidrasi dan swelling (pembengkakan) dari partikel clay tadi sehingga menyebabkan berkurangnya ruang pori-pori mula-mula dari batuan reservoir, seperti yang kita lihat pada (Gambar 2), dimana didalam formasi yang bersangkutan terdistribusi material clay yang dapat mengembang (material expandable clays).
Dengan mengecilnya pori-pori batuan tadi maka akan mengakibatkan mengecilnya porositas batuan tersebut.
(Gambar 2)

b. Saturasi, permeabilitas, tekanan kapiler dan sifat kebasahan batuan.
Seperti telah dibicarakan diatas, bahwa dengan terjadinya swelling clay di dalam formasi, maka akan terjadi penyumbatan ruang pori-pori batuan dalam formasi tersebut, sehingga akan menyebabkan terhambatnya aliran fluida melalui media berpori tadi. Sebagaimana diketahui bahwa permeabilitas suatu batuan reservoir adalah merupakan ukuran kemampuan batuan tersebut untuk mengalirkan fluida melalui media berpori yang saling berhubungan di dalamnya.
Pengaruh porositas terhadap aliran fluida di dalam media berpori tidak langsung, tetapi porositas akan mempengaruhi harga permeabilitas. Pada umumnya untuk suatu lapangan dengan formasi sand stone dalam suatu lapisan, sering didapatkan hubungan yang linier antara log permeabilitas dan porositas seperti, pada Gambar 3.
(gambar 3)
Adanya material clay yang expandable dalam batuan reservoir dapat memperkecil porositas batuan tersebut. Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa dengan mengecilnya porositas maka permeabilitas akan turun, dan ini tidak dikehendaki, sebab dengan mengecilnya permeabilitas efektif minyak maka produktivitasnya akan turun.
Saturasi fluida dalam media berpori adalah persentase volume fluida tersebut terhadap volume ruang pori-pori. Adanya material clay yang menghidrat "irreducible water saturation". Saturasi air yang terikat oleh material clay ini merupakan karakteristik formasi shaly sands. Keadaan tersebut dapat ditunjukkan dalam (Gambar 4).
Persentase air yang terikat tadi sebesar dari ruang pori-pori sehingga bila dijumlahkan dengan Swi (ireducible water saturation) mula-mula menjadi total non movable water saturation (Swnm) sebesar : (gambar 4)
Dengan terpengaruhnya harga saturasi oleh adanya hidrasi clay, maka "Performance" saturasi terhadap aliran fluida juga akan berubah. Terjadinya clay swelling juga akan mempengaruhi tekanan kapiler, dimana pembengkakan partikel clay yang memperkecil jari-jari ruang pori-pori mengakibatkan turunnya permeabilitas. Dengan demikian tekanan kapiler akan meningkat, karena hubungannya berbanding terbalik dengan jari-jari ruang pori-pori sehingga akan menghambat pergerakan fluida yang terkandung di dalam media berpori tersebut.
Secara tidak langsung, terjadinya clay swelling di dalam formasi juga akan mempengaruhi sifat kebasahan (wettability) batuan, karena hubungannya merupakan fungsi dari tekanan kapiler dan permeabilitas batuan tadi.

2.

3.A. Spud Mud.
Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang dipermukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang lain (yield 35 - 50 bbl/ton). Tambahan bentonite atau clay perlu dilakukan untuk menaikkan viskositas dan gel strength bila membor pada zone-zone loss. Kadang- kadang perlu lost circulation material. Densitas harus kecil saja.
B. Natural Mud.
Natural mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam fasa air. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya type lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat- sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan aditif-aditif koloidal. Beratnya sekitar 9.1 - 10.2 ppg, dan viskositasnya 35 - 45 detik.
C. Bentonite - treated Mud.
Mencakup sebagian besar dari tipe-tipe lumpur air tawar. Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi tebal mud cake (ketebalan mud cake). Bentonite juga menaikan viskositas dan gel yang mana dapat dikontrol dengan thinner.
D. Phosphate treated Mud.
Mengandung polyphosphate untuk mengontrol viskositas dan gel strength. Penambahan zat ini akan berakibat pada terdispersinya fraksi-fraksi clay colloid padat sehingga densitas lumpur dapat cukup besar tetapi viskositas dan gel strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss serta mud cake dapat tipis. Tannin sering ditambahkan bersama-sama dengan polyphosphate untuk pengontrolan lumpur.Polyphosphat tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner (poliphosphat akan rusak pada kedalaman 10.000 ft atau temperatur 160 - 180 oF, karena berubah ke- orthophosphate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi). Juga phosphate mud sukar dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang sering berhubungan dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9 -11 ppg. Polyphosphate mud juga menggumpal bila terkena kontaminasi NaCl, calcium sulfate atau kontaminasi semen dalam jumlah banyak.
E. Organic Colloid treated Mud.
Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau carboxymethylcellulose pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi seperti clay, maka pengendalian filtrasinya pada lumpur yang terkontaminasi dapat dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur pengurangan filter loss lebih banyak dilakukan dengan koloid organic daripada dengan inorganic.
G. Calcium Mud.
Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa ditambah dalam bentuk slaked lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4) dipasaran atau CaCl2, tetapi dapat pula karena pemboran semen, anhydrite dan gypsum.
 Lime treated Mud.
Lumpur ini ditreated dengan caustic soda atau organic thinner, hydrated lime dan untuk mendapat filter loss rendah, suatu koloid organik. Treatment ini menghasilkan lumpur dengan pH 11.8 atau lebih, dan 60 - 100 (3 - 20 epm) ppm ion Ca dalam filtrat. Lumpur ini menghasilkan viskositas dan gel strength rendah, memberi suspensi yang baik bagi material-material pemberat, mudah dikontrol pada densitas sampai 20 ppg, toleran terhadap konsentrasi garam (penyebab flokulasi) yang relatif besar dan mudah dibuat dengan filter loss rendah. Keuntungannya terutama pada kemampuannya untuk membawa konsentrasi padatan clay dalam jumlah besar pada viskositas lebih rendah daripada dengan type-type lumpur lainnya. Kecuali tendensinya untuk memadat pada temperatur tinggi, lumpur ini cocok untuk pemboran dalam dan untuk mendapatkan densitas tinggi. Pilot test dapat dibuat untuk menentukan tendensinya untuk memadat, dan dengan penambahan zat kimia pemadatan ini dapat dihalangi sementara waktu untuk memberi kesempatan pemboran berlangsung beserta test-test sumurnya. Suatu Lumpur lime treated yang bertendensi memadat tidak boleh tertinggal pada casing-tubing annulus pada waktu well completion dilangsungkan. Penggunaan/penyelidikan yang extensif pada lumpur type lime treated ini menghasilkan variasi-variasi lumpur yang ditujukan pada lumpur yang sukar memadat. Dengan ini timbul dua jenis lain, yaitu "lime mud" dan "Low lime mud" yang bedanya hanya pada jumlah excess limenya. "Lime Mud" umumnya mengandung konsentrasi caustic soda dengan lime yang tinggi, dengan excess lime bervariasi antara 5 - 8 lb/bbl, sedangkan "Low lime mud" mengandung caustic soda dan lime lebih sedikit, dengan excess lime 2 - 4 lb/bbl.Jenis calcium treated mud yang lain adalah "shale control mud". Pada lumpur ini dianjurkan agar kadar ion Ca-nya pada filtrat dibuat minimal 400 ppm, dengan excess lime bervariasi antar 1 - 2 lb/bbl. Sifat kimia lumpur dan filtrat memberikan suatu tahanan terhadap hidrasi/swelling shale dan clay formation. Pada temperatur tinggi (yang cukup lama waktunya) lumpur ini tidak sesuai untuk ditempatkan pada casing tubing annulus waktu completion (dimana lumpur ini akan memadat). Resistivitas listriknya yang umumnya rendah (0.5 - 1.0 ohm-meter) merugikan SP-logging, sebaliknya toleransinya pada kontaminan memberi kemungkinan untuk penambahan garam agar resistivitasnya sesuai untuk laterolog dan focused electrode log.
 Gypsum treated mud.
Lumpur ini berguna untuk membor formasi anhydrite dan gypsum, terutama bila formasinya interbedded (selang- seling) dengan garam dan shale. Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar) dengan plaster (CaSO4 dipasaran) sebelum formasi anhydrite dan gypsum dibor. Dengan penambahan plastre tersebut pada rate yang terkontrol, maka viskositas dan gel strength yang berhubungan dengan kontaminan ini dapat dibatasi. Setelah clay dilumpur bereaksi dengan ion Ca, tidak akan terjadi pengentalan lebih lanjut dalam pemboran formasi gypsum atau garam. Gypsum treated mud dapat dikontrol filtrate lossnya dengan organic colloid dan karena pH-nya rendah, maka preservative harus ditambahkan untuk mencegah fermentasi. Preservasi ini boleh dihentikan penambahannya bila garam yang dibor cukup untuk memberikan saturated salt water mud.Suatu modifikasi dari gypsum treated mud adalah dengan penggunaan chrome lignosulfonate deflocculant yang memberikan kontrol pada karakteristik flat gels pada lumpur tersebut. Lumpur gypsum chrom lignosulfonate inimempunyai sifat yang sama baiknya de- ngan lime treated mud, karena itu ia digunakan pada daerah-daerah yang sama seperti penggunaan lime treated mud.Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chroms lignosulfonate mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik pada filtrate loss dan flow propertiesnya, selain toleransinya yang besar terhadap kontaminasi garam.
 Calcium salt
Selain hydrated lime dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas. Juda zat-zat kimia yang memberi supply cation multivalent untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba(OH)2 telah digunakan.
H. Reactive solid.
Material padat yang reaktif terhadap air, misalnya clay.

4. kuncinya klik ini Drilling

5. Jawaban bener semua, zona zona itu tidak boleh dibor, kalo salt dome karena garam akan larut dalam air, nanti akan loss, selain itu menyebabkan korosif. Kalo kantung gas menyebabkan viskositas turun-->densitas turun-->kick, kalo zona loss jelas nyebabin loss, dan bisa kick blow out.

6.Menentuan alkalinitas berguna untuk mengetahui konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
 Penentuan kandungan ion Ca dan ion Mg berguna untuk mengetahui kesadahan air.
 Penentuan kandunan ion CI berguna untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi garam atau kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.Indikasi yang akan terjadi jika kandungan ion besi cukup tinggi adalah terjadinya korosi pada peralatan pemboran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar